NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Diskualifikasi pasangan calon dalam Pilkada Banjarbaru 2024 yang menyisakan hanya satu pasangan calon menuai sorotan tajam.
Praktik ini dinilai rentan menjadi modus baru untuk memuluskan kemenangan tanpa kompetisi, sehingga mencederai prinsip keadilan dalam pemilu.
Pengajar Hukum Pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa pola ini bisa menjadi preseden buruk di masa depan.
“Kalau dibiarkan tanpa koreksi, modus diskualifikasi ala Pilkada Banjarbaru akan terus diduplikasi untuk kepentingan membajak kemenangan di pilkada tanpa penegakan hukum yang berkeadilan,” ungkapnya.
Titi juga menyoroti keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru yang tetap melanjutkan pemilihan dengan surat suara dua pasangan calon, meskipun satu pasangan telah didiskualifikasi.
Menurutnya, hal ini melanggar aturan Pilkada calon tunggal, yang mengharuskan pasangan calon memperoleh suara lebih dari 50 persen untuk dinyatakan menang.
“KPU semestinya mempertimbangkan ulang mekanisme ini. Kalau sekadar mengandalkan peraturan atau keputusan KPU, pengaturan tersebut rentan dibatalkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” jelas Titi.
Ia mendorong pihak-pihak yang dirugikan, termasuk pemilih, untuk segera mengajukan gugatan ke MK.
Gugatan ini, kata Titi, bukan hanya menyangkut hak calon yang didiskualifikasi, tetapi juga hak konstitusional pemilih.
“Gugatan ke MK adalah solusi, Lisa-Wartono tidak bisa langsung menang tanpa ada legitimasi konstitusional yang kuat,” tambahnya.
Sebagai langkah alternatif, Titi menyarankan agar KPU membuka kembali mengulang Pilkada Banjarbaru. Hal ini dianggap penting untuk menyelamatkan integritas dan keadilan dalam proses demokrasi.
Keputusan Pilkada Banjarbaru 2024 akan menjadi ujian penting bagi penyelenggara pemilu dan sistem hukum Indonesia.
Semua pihak diharapkan dapat mengambil langkah korektif demi menjaga kredibilitas demokrasi lokal di tanah air.