NEWSWAY.CO.ID, BANJARBARU – Polemik lahan SDN Laura 2 yang telah berlangsung sejak 2014 akhirnya mendapat perhatian serius dari Komisi I DPRD Banjarbaru.
Dalam rapat koordinasi yang digelar baru-baru ini, disepakati bahawa Komisi I DPRD Kota Banjarbaru akan membentukan tim kecil untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih lahan yang digunakan untuk pembangunan sekolah tersebut.

Ketua Komisi I DPRD Banjarbaru, Ririk Sumari, menyampaikan bahwa berdasarkan informasi yang diterima dalam rapat, lahan tempat sekolah tersebut berdiri ternyata bermasalah secara hukum, namun baru-baru tadi sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenangkan pihak tertentu atas lahan tersebut.

“Permasalahan ini sudah lama. Ternyata hibah yang dulu diberikan, salah secara lokasi. Tanah yang dibangun sekolah ini ternyata milik orang lain, bukan milik pemberi hibah,” ujar Ririk kepada sejumlah media.

Menanggapi hal ini, Komisi I DPRD Kota Banjarbatu bersama pihak-pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan, Bidang Aset, Camat, Lurah, serta pihak sekolah akan membentuk tim kecil untuk menjalin komunikasi dengan pihak pemilik lahan yang disebut-sebut bernama Haji Riza.

“Target kami dalam satu minggu ini bisa bertemu Pak Haji Riza. Harapannya, beliau bisa memahami situasi yang terjadi, karena ini menyangkut masa depan anak-anak yang sudah bersekolah di sana,” tegasnya.
Saat ini, para siswa SDN Laura 2 menempati aula sekolah yang tidak memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan.

Namun ternyata menurut politisi PKB tersebut Meski begitu orang tua dari siswa tetap ingin bersekolah di SDN Laura 2 karena alasan lokasi yang dekat dari rumah.
“Anak-anak belajar tanpa meja dan kursi yang layak setelah dikirim dari Disdik. Ini bukan proses pembelajaran yang ideal. Namun, karena permintaan masyarakat, Diadik tetap fasilitasi sementara,” ungkap Ririk.
Anggota DPRD tiga periode itu juga menyampaikan pihak sekolah dan komite pun telah menyampaikan kondisi ini kepada para orang tua.
Namun ia juga menyayangkan, meski sudah ada surat pernyataan kesediaan dari wali murid terkait kondisi sekolah, tetap saja muncul laporan masyarakat yang menyayangkan kondisi tersebut.
“Kami dari DPRD tidak menyalahkan masyarakat, karena ini memang situasi yang tidak mudah. Mereka ingin anak-anaknya sekolah seperti kakak-kakaknya di rombel yang layak. Untuk itu kami berharap ada komunikasi yang baik antara sekolah, guru, dan komite agar bisa menyampaikan solusi yang realistis,” tambahnya.
Sebagai solusi jangka pendek, Ririk mengusulkan sistem pembelajaran dua shift—kelas pagi dan siang—agar seluruh siswa tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak sambil menunggu penyelesaian persoalan lahan ini.
“Kita sedang menyusun rencana. Kalau memang tidak ada solusi dari segi lahan, maka akan ada pembahasan lebih lanjut, termasuk kemungkinan anggaran di 2026. Yang penting sekarang, komunikasi harus dibangun dulu,” pungkasnya.(nw)